div.fullpost {display:none;} div.fullpost {display:inline;} Catatan Perjalanan

Selasa, 10 November 2009

Adinda-adinda

semarak hari, meniti pagi
merengkuh malam

Waktu cepat berlalu, 3 tahun kemudian lahirlah adinda Dyah Intan Sekar Sari (Intan), 6 tahun kemudian lahirlah adinda Rahayu Puji Hastuti (Tutik). Semenjak Bunda mengandung adinda Tutik inilah, Ayahanda merantau ke Kota Salatiga, meninggalkan kami, Bunda bersama 4 putra-putrinya. Beberapa tahun kemudian terbetik kabar bahwa Ayahanda telah menikah lagi dengan seorang gadis dari Kota Salatiga.

Selasa, 11 Agustus 2009

Lee Kecil

semurni jiwa, seputih raga
sebening embun yang jatuh satu-satu

Seperti bayi-bayi dari Desa Siwalan pada umumya, Lee (demikian panggilannya) awal lahir dengan warna kulit putih kemerah-merahan. Yang sedikit membedakan adalah bentuk matanya yang cenderung sipit seperti anak-anak Tionghoa. Tapi tidak seperti anak lainnya yang pada saat besar cenderung kulitnya berwarna coklat, Lee lebih cenderung ke arah putih.
Kadang-kadang tetangga memberikan canda pada bunda, "Anak siapa ini? kok putih dan sipit?" Canda yang tidak bermaksud apa-apa, tetapi lebih kearah memuji.

Anak ini memang mungkin dilahirkan dengan kebandelan yang untuk ukuran di desa sungguh luar biasa. Suatu waktu dia enak berkaca di sumur (di Desa Siwalan waktu itu sumur tidak menggunakan pelindung, hanya tanah digali, lalu hanya sekitar 3 meter sudah keluar mata air yang jernih. Airnya bisa diambil dengan menggunakan gayung pendek). Suatu waktu pula disaat hujan deras sambil merangkak-rangkak dia mengikuti bebek menuju kali yang tengah banjir, sesaat lain dia terjun dari punggung bunda jatuh kedalam kolam tempat bunda mencuci baju. Tapi untunglah sejauh ini dia selalu selamat. Entah Malaikat apa yang melindunginya.

Selebihnya, dia seperti anak-anak lain, merangkak, berlatih berjalan, berlatih berlari, dan akhirnya bisa lari-lari sepanjang pematang sawah.

Senin, 10 Agustus 2009

Lahir

Siwalan, 04 Jumadil Awal 1897 (Penanggalan Jawa, Tahun Masehinya silahkan ditebak).

Pagi berbinar,
Mencuatkan nur disela pilinan dinding bambu
Menerangi mayapadha, menyingkirkan gulita.


Matahari belum sepenggalah, ketika jerit tangis dari gubug reyot sang paraji berkumandang membelah hari. Jerit dari sang bunda yang tengah melahirkan, dan tangis sang nanda yang baru dilahirkan.

Ya, hari itu telah lahir dengan selamat seorang lagi anak manusia. Yang pada hari dilahirkan tidak tahu menahu tentang dunia ini. Tidak tahu menahu mengapa harus dilahirkan didunia ini. Dan yang lebih tidak tahu lagi, tentang mengapa ia mesti lahir.
Tidak ada lagi ketenangan dalam rahim bunda, tidak ada lagi asupan makan yang langsung merasuk dalam tubuhnya.
Pada hari ini nafaspun harus dihembuskan.
Pada hari ini matapun harus dibuka-pejamkan.
Pada hari ini makananpun harus ditelankan.

Tangis sang nanda, diiringi nafas lega sang bunda, dan kebahagiaan pada ayahanda.

Kini tambah lagi satu anggota keluarga diantara mereka. Yang merupakan anak ketiga sebagai pengganti anak pertamanya yang telah meninggal dunia semasa balita.

Anak pertama diberikan nama Riyoyo Purwanto
Anak kedua diberikan nama Torry Supriyatno
Maka, ayahbundapun bersepakat untuk memberikan nama kepada anak ketiganya :
Torry Supriyanto
Dengan harapan bisa menjadi insan yang baik, buat keluarga, buat bangsa, dan buat agama.

“buurikalaka fil mawnub wasyakartal waahib wabalagho rusydah warozaqta birroh”

“semoga kamu diberkahi atas anak yang dikaruniakan dan semoga kamu senantiasa mensyukuri Allah yang telah mengaruniakannya.semoga anak itu mencapai dewasa dan kamu mendapatkan bakti darinya”

Amin.

Awal Coretan

Desa Siwalan - Pekalongan, 31 Agustus di Suatu Masa

desau angin mendayu
membelai laksaan rumpun padi nan menguning
menghantar awan berarak-arak
dalam kedamaian, dalam keceriaan



Mentari belum sepenggalah, burung-burungpun masih penuh semangat beterbangan setelah sepagi ini mendapatkan banyak belalang disela-sela pepadian.
Sesemangat petani-petani, memilah dan menyiangi gulma dengan penuh sukacita. Terbayang sudah musim panen kali ini mendapatkan hasil yang sangat memuaskan.

Demikian juga dengan anak-anak, yang dengan ceria berlari-lari diantara pematang sawah. Sebagian anak asyik mencari keong, sebagian memancing, sebagian lagi bermain-main dikali yang merupakan sumber irigasi.

Desa Siwalan, disuatu masa adalah sebuah desa nan asri. terletak dipinggir jalan pantura yang pada masa itu hanya sesekali saja kendaraan yang berlalu-lalang.
Matapencaharian penduduk sebagian bertani, dan sebagian mengerjakan kerajinan batik, dan sebagian lagi merantau untuk menjadi pedagang, biasanya mereka berdagang tempe atau kopi. Dan para perantau biasanya berhasil mendulang rupiah yang nantinya akan digunakan untuk memakmurkan desa.

Dari jalan raya pantura. Desa Siwalan dibelah menjadi dua oleh sebuah jalan desa selebar 10 meter, sebelah kiri adalah area pemukiman, dan sebelah kanan adalah area persawahan.
Seperti namanya, pada awal pembentukan desa ini, terdapat banyak pohon Siwalan (lontar) yang merupakan pohon sejenis palma.
Berbatang tunggal dengan tinggi 15-30 m dan diameter batang sekitar 60 cm. Sendiri atau kebanyakan berkelompok, berdekat-dekatan.
Daun-daun besar, terkumpul di ujung batang membentuk tajuk yang membulat. Helaian daun serupa kipas bundar, berdiameter hingga 1,5 m, bercangap sampai berbagi menjari; dengan taju anak daun selebar 5-7 cm, sisi bawahnya keputihan oleh karena lapisan lilin. Tangkai daun mencapai panjang 1 m, dengan pelepah yang lebar dan hitam di bagian atasnya; sisi tangkai dengan deretan duri yang berujung dua.
Karangan bunga dalam tongkol, 20-30 cm dengan tangkai sekitar 50 cm.[2] Buah-buah bergerombol dalam tandan, hingga sekitar 20 butir, bulat peluru berdiameter 7-20 cm, hitam kecoklatan kulitnya dan kuning daging buahnya bila tua. Berbiji tiga butir dengan tempurung yang tebal dan keras.
Daun pohon Siwalan digunakan sebagai bahan kerajinan dan media penulisan naskah lontar. Barang-barang kerajinan yang dibuat dari daun lontar antara lain adalah kipas, tikar, topi, aneka keranjang.

Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan.

Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) disadap orang nira lontar. Nira ini dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi menjadi tuak, semacam minuman beralkohol buatan rakyat.

Buahnya juga dikonsumsi, terutama yang muda. Biji yang masih muda itu masih lunak, demikian pula batoknya, bening lunak dan berair (sebenarnya adalah endosperma cair) di tengahnya. Rasanya mirip kolang-kaling, namun lebih enak. Biji yang lunak ini kerap diperdagangkan di tepi jalan sebagai “buah siwalan” (nungu, bahasa Tamil). Adapula biji siwalan ini dipotong kotak-kotak kecil untuk bahan campuran minuman es dawet siwalan yang biasa didapati dijual didaerah pesisir Jawa Timur, Paciran, Tuban. Rasa minuman es dawet siwalan ini terasa lezat karena gulanya berasal dari sari nira asli.

Daging buah yang tua, yang kekuningan dan berserat, dapat dimakan segar ataupun dimasak terlebih dahulu. Cairan kekuningan darinya diambil pula untuk dijadikan campuran penganan atau kue-kue; atau untuk dibuat menjadi selai.

Disepanjang jalan desa ditanam pohon turi.
Turi (Sesbania grandiflora syn. Aeschynomene grandiflora) merupakan pohon kecil (tinggi mencapai 10m). Asal diduga dari Asia Selatan dan Asia Tenggara namun sekarang telah tersebar ke berbagai daerah tropis dunia.

Bentuk berupa pohon dengan percabangan jarang, cabang mendatar, batang utama tegak, tajuk cenderung meninggi, daun menyirip ganda. Bunganya tersusun majemuk, mahkota berwarna putih, tipe kupu-kupu khas Faboideae. Buah polong, menggantung.

Turi dimanfaatkan sebagai pohon peneduh jalan atau pekarangan. Daun dan bunganya dapat disayur. Bunganya biasanya digunakan dalam pecel. Kulit batang turi berkhasiat sebagai obat radang usus, obat sariawan dan obat kudis.

Rumah-rumah penduduk pada masa itu, lantainya masih menggunakan tanah. Dinding berupa kayu atau bambu, dan atapnya masih menggunakan ijuk.

Dari desa inilah catatan perjalanan dimulai.